Copas. Tulisan Jusman Syafii Djamal
MENGAPA ORANG SUPER KAYA AMERIKA TAK MASUK PANAMA PAPERS ?
Kebetulan saya punya junior di ITB, Indra Gautama yang sudah lima belas tahun tinggal di Amerika, jadi pertanyaan itu saya ajukan padanya.
Tadinya saya ikuti logika Presiden Putin dan Petinggi China yang bilang Panama Papers ini kan yang membobol serta menyebar luaskannya dari Barat atau buatan hackers Amerika. Jadi wajar kalau tidak ada nama orang Amerika disana. Yang diserang hanyalah yang non Amerika.
Panama Papers ini teridiri 11,5 juta dokumen yang tersimpan di data basenya Monceca Fonseca. Ada 4,8 juta email. 3 juta database. 2,2 juta file pdf. 1,1 juta imej dan 320 ribuan text document dibobol isinya. Akibatnya mirip peristiwa wikileaks. Bikin geger jagat politik ekonomi dunia. Perdana Menteri Islandia mengundurkan diri, karena ada nama isterinya disana. PM Inggris David Cameron sibuk menjelaskan posisi , karena ada nama orang tuanya dalam daftar tersebut. Begitu juga Presiden Putin agak blingsatan karena ada nama teman karibnya disana. China dan Indonesia juga dibuat geger oleh munculnya Panama Paper ini. Yang adem ayem dan tenang hanya orang super kaya dan pemimpin politik di Amerika.
Tadinya saya ingin mencari apa nama Donald Trump ada disana ? Atau Bill Gate ? Ternyata tidak ada. Tidak satupun orang Amerika yang mengungsikan kekayaannya di luar negeri untuk menghindari pajak di Negaranya. Padahal Amerika katanya adalah negara yang hidup dari pajak. Mengapa ?
Melalui WA teman saya Indra Gautama malam malam mengirim sebuah tulisan dari Market Watch. Dalam kolom opinion ada tulisan berjudul :"America's super rich are hiding trillions of dollars in plain sight". Karya Brett Arends yang dipublish 7 April 2016 jam 12.52.pm. Pesannya singkat "Bang Jusman ini ada tulisan bagus, bisa dijadikan lesson learned dalam facebook abang". Ha ha dia tau juga kalau hari sabtu ngga ada kegiatan, tangan saya gatal menulis fb. Sebagai rasa terima kasih kiriman artikelnya saya sarikan untuk dishare disini.
Orang super kaya Amerika kata tulisan itu tak perlu mencari humberger di Panama, sebab di Amerika sudah ada "steak" yang lebih lezat. Kongres dan para Senator penulis undang undang pajak di Amerika memang dengan sengaja mendisain aturan pajak yang memanjakan orang super kaya dan orang yang miskin. Yang pajaknya tinggi bukan pemilik asset akan tetapi mereka yang mempunyai pendapatan atau income yang amat besar.
Income adalah objek pajak. Kekayaan BUKAN objek pajak. Seseorang yang memiliki income atau pendapatan 50,000 dollar per tahun pastilah harus membayar pajak pendapatan, baik yang dipungut negara federal maupun negara bagian.
Akan tetapi mereka yang memiliki asset 10 milyar dollar tak perlu bayar pajak sepeserpun. Karenanya mereka yang super kaya di Amerika bisa membeli lukisan masa lalu untuk menyimpannya. Membeli rumah di Manhattan untuk memelihara gedung gedung tua. Dan menjadikannya sebagai asset bukan income. Jika ingin membayar operasi sehari-hari mereka bisa dengan hidup melalui kredit bank dengan jaminan harta bendanya yang tanpa pajak.
Disana seolah tidak ada skandal karena orang super kaya tidak perlu menghindari pajak atau tax avoidance. Harta bendanya bisa disimpan dengan terang benderang kasat mata tanpa ada orang yang mengganggu.
Jika harta yang bebas pajak itu ingin ditukar menjadi uang cash, pajak penghasilan karena proses jual beli harta itu atau capital gain yang diperoleh kena pajak sebesar 20 %. Jika ingin diwariskan kepada anak cucunya juga para konsultan pajak yang legal bisa menyusun rekomendasi agar anak cucunya tidak kehilangan harta dan tak membayar pajak serta pungutan ini dan itu terlalu besar.
Tak heran disana ada dynansti Rockefeller, Ford, Boeing, Bush, Kennedy dan lain sebagainya. Orang kaya lama. Sementara orang kaya baru seperti Mark Elliot Zuckerberg dalam usia 32 tahun dengan kekayaan lebih dari 12 Milyar Dollar muncul melalui inovasinya.
Jika harta tersebut digunakan untuk menciptakan lapangan kerja mereka juga akan diberi insentif dengan pajak yang lebih murah sebesar 15,3 %, itupun masih dapat dibuat lebih ringan dengan keahlian para konsultan pajak yang dapat mengatur nya menjadi potongan pajak yang telah dibayarkan oleh para pekerja yang digaji dari hasil usaha itu.
Selain upaya untuk menciptakan lapangan kerja sebagai tata cara Orang super kaya di Amerika menghindari pajak di negaranya. Mereka juga bisa menggunakan skema pendirian badan amal atau charity foundation. Tak heran jika salah seorang paling kaya di dunia yakni Bill Gate dan Melinda mendirikan Yayasan untuk memberantas penyakit dan mengalokasikan dana untuk memerangi penyakit yang melanda orang miskin diseluruh dunia. Begitu juga yang lain.
Badan amal atau charity foundation adalah cara legal yang elegan untuk mengurangi pajak.
Dengan kata lain jika ada orang super kaya di Amerika ingin mendapatkan "tax heaven" mereka tak perlu mencari Virgin Island atau tempat lainnya. Tax heaven ada di Negaranya sendiri. Mengapa mesti makan di restoran jika dirumah tersedia makan siang dan malam yang enak karena isteri pintar memasak.
Dari contoh di Amerika ini kita sebetulnya dapat pelajaran berharga. Membuat aturan pajak itu tidak perlu meniru VOC yang menyebabkan Diponegoro marah dan angkat senjata, sebab tanah kuburan orang tua dan leluhurnya pun ingin dikenakan pajak oleh VOC.
Kita juga tak perlu membuat aturan pajak bumi dan bangunan yang telah menjadi harta para pensiunan dengan pungutan PBB yang semakin lama semakin meroket. Sehingga para orang kaya lama di Jakarta terpaksa tergusur dari Menteng dan pindah ke pinggiran kota.
Indonesia memerluka pajak tentu semua orang sefaham. Kita kekurangan orang membayar pajak jelas diketahui.
Tapi jika semua kesempatan orang super kaya untuk menciptakan lapangan kerja juga ikut dipersukar dengan pajak ini dan itu tentu perlu ada kecerdasan disini.
Saya kebetulan bukan ahli pajak dan tidak mengetahui seluk beluk tentang pajak. Akan tetapi sebagai seorang insinyur tentu ada keinginan agar di Indonesia mampu menjadi "surga nya para insinyur", yang dapat bekerja dipelbagai industri yang ada.
Menurut hemat saya dengan aturan pajak perusahaan yang semakin hari semakin tinggi. tak mungkin di Indonesia tumbuh industri yang baik. Sebab, semua mata rantai "value added" seolah ada pungutan pajaknya. Bahkan ada pungutan parkir dan pungutan pajak lampu jalan jika kita mendirikan industri di kawasan industri. Begitu juga makin bagus airport atau bandara makin besar pula "airport tax" nya.
Kita seolah menjadikan para industriawan dan para saudagar sebagai kuda beban. Tak peduli apakah ia kuda yang ringkih atau masih segar bugar. Mungkin itu salah satu alasan mengapa ada orang Indonesia yang terpaksa mencari Virgin Island dan masuk kedalam Panama Paper.
Meski dari seorang teman alumni itb yang kebetulan namanya masuk daftar panama paper saya juga jadi tau ternyata ada orang yang terdaftar di panama paper belum tentu itu merupakan kejahatan pula. Salah satu alasannya adalah krisis ekonomi. Bagi semua pengusaha yang hidup tahun 1997 dan 1998 ketika krisis Asia juga mengalami masa sulit berusaha, letter credit yang diterbitkan tidak laku, credit of card yang dibuat di Indonesia sukar digunakan di luar negeri dan banyak kendala lain akibat kredibilitas sistem keuangan Indonesia dimasa itu berada dititik nadir. Semua pengusaha ketika itu hanya punya satu jalan untuk bertransaksi secara internasional yakni mendirikan "SPV", Special Purpose Vechicle.
Meski kita juga tak menutup mata mungkin saja ada orang yang masuk dalam daftar panama paper yang perlu diselidiki petugas pajak dan penegak hukum apa yang sesungguhnya terjadi.
Dengan kata lain, melalui tulisan yang dikirim dalam wa teman saya Indra yang kini bekerja di Amerika itu kita bisa sedikit mengerti mengapa orang super kaya Amerika tidak masuk dalam daftar panama paper.
Salah satu sebabnya adalah tata aturan dan tatakelola sistim pajak disana yang memang dirancang oleh Kongres untuk diarahkan memanjakan orang super kaya agar mereka dapat menciptakan lapangan kerja dan pelbagai kegiatan badan amal yang mampu membuat gap kaya miskin semakin menyempit.
Dan sistim pajak juga tidak menyentuh mereka yang sedang bangkrut, menganggur dan tak punya income.
Tak heran jika Universitas di Amerika memiliki "dana abadi yang luar biasa besar" sebab donasi ke Universitas adalah bagian dari "tax heaven". Begitu juga mengapa banyak "angel investor" dan hedge funds di Silicon Valley, sebab menjadi investor bagi para pengembang teknologi juga bagian dari upaya untuk mendapatkan insentif pajak.
Mungkin saja pendekatan Amerika msih banyak yang tidak sempurna. Akan tetapi dasar pendekatan ini dapat dijadikan salah satu percontohan. Dimana undang undang pajak dibuat sedemikian rupa dengan maksud untuk memberi ruang pada upaya kita bersama meningkatkan lapangan kerja, mendirikan industri dan penciptaan jumlah saudagar yang dapat meningkatkan jumlah penerimaan pajak.
Jika di Indonesia bisa jadi "tax heaven", jika di Indonesia ada aturan pajak yang dapat meringankan beban pajak jika dana dimanfaatkan untuk menciptakan lapangan kerja, donasi pada universitas, pendirian badan amal dan pesantren serta kegiatan menyentuh aktivitas yang mempersempit kaya miskin dapat dijadikan bagian dari insentif pajak. Mengapa perlu orang Indonesia lari ke Panama ?
Saya tdak tahu pasti tentang kendalanya sebab saya bukan ahlinya. Apa saya keliru, wallahualam. Ini just food for thought.
Mudah mudahan berkenan.
Salam
(Shared by cakpen 11/4/16)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar