Rabu, 13 April 2016

KARTINI MULYADI

BAGAIMANA WANITA TERKAYA INDONESIA, KARTINI MULJADI, MEMENJARAKAN KETUA YAYASAN CANDRA NAYA, YAYASAN YANG “MELAHIRKANNYA”

Siapa tidak kenal Kartini Muljadi? Perempuan terkaya di Indonesia menurut Forbes. Terlahir anak Kebumen, mulanya menjadi PNS. Memiliki kantor Notaris dan PPAT sukses sejak tahun 1970an.

Dari menjadi Notaris itu, tiba-tiba saja bisa mendirikan PT Tempo Scan Pacific, dan anak perempuannya berkiprah di Indika Group. Pada bulan Februari 2015, namanya tersangkut kasus Swiss-Leaks, yaitu skandal pajak internasional senilai US$ 1.1 Miliar. Sungguh luar biasa!

Siapa yang menyangka wanita terkaya ini, yang menurut Forbes kekayaannya mencapai US$ 1.4 Miliar pada tahun 2013, ternyata telah memerintahkan pemenjaraan I Wayan Suparmin, Ketua Perhimpunan Sosial (PS) Candra Naya, yang telah menghuni “Hotel Prodeo” sejak 30 Juni 2015 hingga hari ini!

PS Candra Naya, atau Sin Ming Hui, yang didirikan tahun 1946, tadinya memang merupakan yayasan yang kaya dengan kepemilikan asset strategis. Tapi kini PS Candra Naya hanya Perhimpunan Sosial miskin dengan asset tinggal sebuah gedung sekolah di lingkungan kumuh Jembatan Besi, Jakarta Barat. Membandingkan PS Candra Naya dengan kekayaan Kartini Muljadi, ibarat Daud melawan Goliat!

Sejarah Kartini Muljadi sesungguhnya tidak jauh dari PS Candra Naya. Awalnya saat masih prihatin, Kartini Muljadi pernah berkarya di PS Candra Naya. Suaminya, Liem Tjing Hien atau mendiang Djojo Muljadi, tercatat beberapa kali sebagai ketua pengurus PS Candra Naya semasa hidupnya.

PS Candra Naya memiliki asset tanah seluas 32.370 m² di jalan Kyai Tapa. Pada tanggal 20 September 1962, PS Candra Naya mendirikan Yayasan Kesehatan Candra Naya, yang kemudian berganti menjadi Yayasan Kesehatan (YK) Sumber Waras, yang kita kenal hari ini sebagai pengelola RS Sumber Waras. Sebagian Rumah Sakit tersebut, saat ini berdiri di atas tanah milik PS Candra Naya di Kyai Tapa.

Pada tahun 1970, dalam kondisi pasca G30S / PKI yang masih kacau, secara diam-diam Ketua PS Candra Naya, Padmo Soemasto, tanpa persetujuan dari Rapat Umum Anggota, membuat hibah secara proforma tanah milik PS Candra Naya tersebut kepada YK Sumber Waras, yang juga diwakili dirinya, Padmo Soemasto, selaku Ketua YK Sumber Waras. Transaksi yang ganjil ini, dilakukan di depan Notaris Liem Tjing Hien atau mendiang Djojo Muljadi, yang adalah suami Kartini Muljadi.

Karena hibah tersebut tidak pernah disahkan Rapat Umum Anggota, tindakan YK Sumber Waras dan Kartini Muljadi mengakui tanah tersebut sebagai miliknya dirasa tidak sah dan melanggar hukum oleh PS Candra Naya. Pada tahun 1993, tanpa seizin PS Candra Naya, YK Sumber Waras menjaminkan sertifikat tanah ke Bank Liman untuk utang YK Sumber Waras. Untunglah keadilan masih berpihak kepada yang benar, sehingga saat utang lunas, sertifikat tersebut diserahkan oleh Bank Liman kepada pemilik yang sah, yaitu PS Candra Naya.

Mengapa Kartini Muljadi, perempuan sepuh berumur 85 tahun yang seharusnya sudah menikmati pensiun bercengkerama dengan anak cucu, masih sengit hendak bersengketa dengan Perhimpunan Sosial yang ibarat ikut melahirkan, membina dirinya, dan mendiang suaminya?

Rupanya ambisi mengejar kekayaan memang tidak memandang batas dan umur. Menurut Forbes, kekayaan Kartini Muljadi pada tahun 2014 merosot sebesar US$ 350 Juta. YK Sumber Waras, sejak tahun 2012 didera banyak masalah. Acapkali didemo karyawan, pelayanannya pun semakin buruk dan kondisinya semakin reot dan kumuh. Mungkin karena sudah melenceng dari idealisme melayani masyarakat dan lebih butuh cashflow, YK Sumber Waras berulang kali beriklan RS Sumber Waras hendak dijual. Dalam salah satu iklan, bahkan menyebut Yayasan Kartini RS Sumber Waras, seolah Kartini Muljadi pemilik Sumber Waras, termasuk tanah milik dan yang sertifikatnya masih di tangan PS Candra Naya.

Pada tahun 2014, diam-diam Kartini Muljadi dan YK Sumber Waras menjual sebagian tanah RS Sumber Waras kepada Pemprov DKI, dalam hal ini diwakili Gubernur Ahok, seluas 3.8 HA dengan nilai jual mencapai Rp 880 Miliar. Ternyata penjualan ini bermasalah, selain YK Sumber Waras dan Kartini Muljadi masih terikat PPJB dengan pihak lain, tanah yang dibeli juga dipersoalkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan karena lokasinya yang tidak strategis dan harga yang kemahalan. Niatan Pemprov DKI yang tadinya berencana membeli keseluruhan RS Sumber Waras, tidak bisa terpenuhi karena sebagian RS Sumber Waras, yang lokasinya lebih strategis, sertifikatnya masih dimiliki dan dipegang oleh PS Candra Naya.

Agaknya inilah yang membuat Kartini Muljadi gelap mata, dan dengan menggunakan kekayaan dan kekuasaan yang dimilikinya, melaporkan Ketua PS Candra Naya, I Wayan Suparmin, dengan tuduhan penggelapan kepemilikan tanah. Untuk mempercepat keinginannya menguasai tanah milik PS Candra Naya tersebut, dalam gugatan yang seharusnya hanya keperdataan, Ketua PS Candra Naya dikriminalisasi. Bekerja sama dengan aparat telah melakukan penyitaan terhadap fisik sertifikat yang dipegang oleh Notaris PS Candra Naya sebagai barang bukti pada tanggal 27 Juni dan pada tanggal 30 Ketua PS Candra Naya ditahan di Rutan Salemba.

Ketua PS Candra Naya sampai dengan tulisan ini dibuat, telah dikurung selama 1 bulan lebih. Tujuannya adalah supaya PS Candra Naya melegalisasi hibah tanah di Kyai Tapa tersebut supaya YK Sumber Waras dan Kartini Muljadi bebas menjual tanah tersebut, sebagaimana yang sudah mereka iklankan selama 3 tahun terakhir. Pembelinya sudah ada, yaitu Pemprov DKI dengan menggunakan dana APBD DKI. Sehabis itu Rumah Sakit yang bermasalah pindah dari YK Sumber Waras dan Kartini Muljadi menjadi masalah Pemprov DKI, yang lagi-lagi harus dibenahi dengan dana APBD DKI.

YK Sumber Waras dan Kartini Muljadi tinggal melenggang dengan dana triliyunan dari DKI.

Bagaimana dengan nasib PS Candra Naya dan idealisme pendiri Candra Naya yang melahirkan RS Sumber Waras dari sumbangan uang rakyat 60 tahun lalu dengan semboyan “dari rakyat untuk rakyat”?

Harap cerita ini bisa disebar-luaskan, supaya tidak hanya menjadi kisah ketidak-adilan yang tidak pernah terdengar. Karena orang kaya dengan kekuasaan dan kekayaannya bisa menentukan berita apa yang disampaikan ke masyarakat dan mana yang tidak.

Apakah akan selalu demikian, orang kaya tetap kaya dengan menindas yang lemah, sementara yang lemah selalu tidak berdaya?

Betapa wanita terkaya Indonesia yang berkantor di gedung megah di Kuningan menindas yayasan sosial miskin yang hanya punya sekolah reot di Jembatan Besi untuk siswa kurang mampu, Perhimpunan Sosial yang berjasa pada dirinya dan mendiang suaminya.

(Shared by Cakpen 13/4/16)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar