*Bagaimana Mengisi Surat Pernyataan Harta Untuk Amnesti Pajak?*
Mungkin masih ada yang mengira bahwa mengisi *Surat Pernyataan Harta* untuk Amnesti Pajak seperti mengisi *SPT Tahunan PPh*. Tentu saja tidak sama karena Surat Pernyataan Harta sesuai dengan namanya berbasis *harta*, sedangkan SPT Tahunan PPh mencakup *penghasilan, harta, dan utang*.
Amnesti Pajak sejenis “pajak baru” yang berbasis harta. Uang tebusan yang dibayarkan ke Negara bukan berdasarkan penghasilan. Dasar penghitungan uang tebusan adalah harta yang belum dilaporkan.
Banyak juga yang bertanya asal-usul harta yang akan dilaporkan. Padahal Amnesti Pajak tidak melihat apakah harta tersebut sudah dikenai pajak atau belum, apakah berasal dari penghasilan yang dikecualikan atau tidak.
Pertanyaannya satu: Apakah harta *sudah* dilaporkan di SPT Tahunan PPh tahun 2015 atau *belum*?
Kenapa Amnesti Pajak memilih harta? Karena Amnesti Pajak itu seperti “senjata pamungkas” bagi wajib pajak untuk menyelesaikan permasalahan perpajakan dengan Negara. Apapun kesalahannya, terampuni dengan Amnesti Pajak.
Tidak peduli besaran kesalahan yang dia perbuat. Dan tidak peduli besaran uang tebusan yang dia bayarkan. Ketika wajib pajak mendapatkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak dari Kepala Kanwil DJP maka *SELESAI* semua permasalahan perpajakan *sampai dengan tahun 2015*.
Harta itu merepresentasikan penghasilan yang diperoleh wajib pajak. Teorinya, saat seseorang memperoleh penghasilan, maka penghasilan tersebut pasti digunakan untuk konsumsi dan investasi.
Jika habis dikonsumsi, tentu tidak ada investasi. Tapi jika ada kelebihan dari konsumsi, pasti akan diinvestasikan atau dibelikan harta. Pokoknya “ada sisa”. Nah, sisa ini yang dikenai Amnesti Pajak.
Amnesti Pajak berfikir positif bahwa harta yang *sudah dilaporkan* di SPT Tahunan PPh artinya *sudah dikenai pajak*. Walaupun pada kenyataannya bisa jadi sebaliknya. Bisa jadi harta yang dilaporkan tidak mencerminkan penghasilan. Atau pertambahan harta yang lebih BESAR daripada penghasilan yang diterima.
Bisa juga sebaliknya. Dan ini kejadian sebenarnya di tempat saya bekerja! Wajib pajak setiap tahun patuh lapor SPT Tahunan PPh. Penghasilannya dilaporkan. Penghasilannya sudah dipotong oleh pemberi penghasilan. Jadi dia tinggal lapor saja. Celakanya, *bagian harta* di SPT Tahunan PPh selalu dibiarkan *kosong*.
Walaupun wajib pajak tersebut sudah pasti membeli harta dari penghasilan yang sudah dikenai pajak, tetapi karena di SPT Tahunan PPh *tidak ada harta* yang dilaporkan, maka menurut UU Pengampunan Pajak (amnesti pajak) semua harta yang dia miliki dianggap belum beres.
SPT Tahunan PPh tahun 2015
Ukuran apakah harta tersebut sudah dilaporkan atau belum adalah SPT Tahunan PPh tahun pajak 2015. Atau tahun pajak 2014 jika akhir periode akuntansi sampai dengan 30 Juni 2016.
Apa pun harta yang dilaporkan di SPT Tahunan PPh tahun 2015 dianggap (versi amnesti pajak) sudah beres. Dan harta-harta yang belum ada di SPT Tahunan PPh tahun 2015 tetapi sebenarnya dimiliki oleh wajib pajak dianggap “belum beres”. Untuk membereskannya harus ikutan Amnesti Pajak!
Karena ukuran laporan SPT ada di SPT Tahunan PPh tahun 2015 maka semua wajib pajak harus lapor SPT Tahunan PPh tahun 2015, kecuali wajib pajak yang memperoleh NPWP pada tahun 2016.
Bagaimana kalau tidak pernah lapor SPT Tahunan PPh? Peraturan Menteri Keuangan mengatur bahwa yang dilaporkan di SPT Tahunan PPh tahun 2015 HANYA harta yang bersumber dari penghasilan tahun 2015.
Kalau pernah lapor, misal pernah tahun 1999 kemudian tidak pernah lapor lagi, maka yang disampaikan di SPT Tahunan PPh tahun 2015 harus SAMA dengan harta di SPT 1999 ditambah harta yang diperoleh dari penghasilan tahun 2015.
Intinya, bahwa harta itu harus dilaporkan sesuai tahun perolehan penghasilan. Jika belum dilaporkan, jangan dipaksakan lapor di SPT Tahunan PPh tahun 2015. Misal, wajib pajak yang tidak pernah lapor SPT Tahunan PPh, agar bisa ikutan Amnesti Pajak dia lapor dulu SPT Tahunan PPh tahun 2015. Kemudian dia laporkan semua harta yang diperoleh sejak 1985 sampai dengan 2015. Ini tidak boleh!
Perbaikan Nilai Harta
Salah satu pertanyaan yang sering diutarakan, “Bagaimana mengubah nilai harta yang di SPT dengan harga sebenarnya?”
Apakah tanah yang sudah dilaporkan di SPT Tahunan PPh tahun 2015 dapat “direvaluasi” sesuai harga pasar sekarang melalui amnesti pajak?
Menurut FAQ Amnesti Pajak, jawabannya “tidak bisa“. Tanah yang sudah dilaporkan dengan nilai tertentu di SPT Tahunan PPh tetap tertulis seperti itu. Jika mau mengubah nilai tanah, maka harus melalui mekanisme revaluasi.
Tetapi jika yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh hanya tanah saja, kemudian di atas tanah tersebut ada bangunan maka atas bangunan tersebut boleh dilaporkan sebagai harta tambahan dalam Surat Pernyataan Harta. Selain bangunan, boleh juga seperti tanaman yang memiliki nilai jual sebagai objek Amnesti Pajak. Contoh tanaman pohon jati.
Termasuk objek Amnesti Pajak adalah “bangunan tumbuh”. Misal gudang yang dilaporkan di SPT Tahunan PPh 100 m² saja. Padahal ada tambahan gudang baru seluas 300 m². Maka tambahan gudang tersebut merupakan objek Amnesti Pajak.
Uang Muka Pembelian Rumah
Apakah uang muka pembelian rumah dilaporkan? Pembelian rumah, jika per 31 Desember 2015 sudah ada (setidaknya) perjanjian jual beli, maka harus dilaporkan sebesar harga rumah tersebut. Rumah dan apartemen disajikan sebesar harga beli termasuk pajak-pajak, dan harga yang belum dilunasi dilaporkan sebagai utang untuk mendapatkan harta tersebut.
Jadi tidak dilaporkan sebagai uang muka karena dilihat dari kode harta pun tidak ada kode harta uang muka. Walaupun bisa jadi dimasukkan sebagai piutang. Hanya saja, kalau masuk piutang artinya tidak ada utang yang dilaporkan.
Uang Tunai, Tabungan, dan Deposito
Uang tunai termasuk harta yang paling likuid dan tidak ada bukti kepemilikan yang harus disampaikan di Surat Pernyataan. Bahkan jika seseorang mengaku punya harta 10 milyar rupiah di rumah pun, petugas Amnesti Pajak tidak boleh menolak. Pembuktiannya bukan saat ikutan Amnesti Pajak tetapi saat penggunaan uang tersebut. Bukankah uang pasti dibelanjakan?
Apakah deposito bank yang dideklarasikan sebagai tambahan harta dikenai pajak lagi? Bukankah tiap bulan dipotong pajak?
Benar, setiap bulan bank melakukan pemotongan Pajak Penghasilan. Tapi yang dikenai pajak adalah bunga. Bukan pokok deposito. Sedangkan uang tebusan Amnesti Pajak dari pokok deposito. Ingat, permasalahnnya apakah deposito tersebut sudah dilaporkan sebagai harta di SPT Tahunan PPh atau belum?
Perlakuan yang sama juga bagi saham yang dibeli dari bursa. Setiap ada transaksi sudah dikenai Pajak Penghasilan. Tapi sebenarnya itu adalah pajak capital gain yang disederhanakan jadi PPh final.
Saham yang dideklarasikan dalam Surat Pernyataan Harta dinilai dengan nilai pasar saham tersebut per 31 Desember 2015. Nilai pasar ini basis uang tebusan. Sedangkan saham perusahaan perusahaan non-bursa dicatat sebesar nilai wajar saham tersebut.
Asuransi Unit Link
Asuransi murni sebenarnya bukan harta. Tetapi ada asuransi separo asuransi murni dan separo unit link. Ciri asuransi unit link adalah ada bagian proteksi dan ada bagian investasi. Nah, bagian investasi ini termasuk harta yang wajib dilaporkan di SPT Tahunan PPh.
Besaran nilai investasi asuransi unit link yang dilaporkan adalah harga pasar per 31 Desember 2015. Jika tidak tahu, berarti harus tanya ke perusahaan asuransi. Biasanya perusahaan asuransi secara rutin menyampaikan laporan harga unit investasi. Nah, cari yang akhir Desember 2015.
Repatriasi
Apakah properti yang di Luar Negeri boleh direpatriasi? Boleh setelah dijual dan hasil penjualannya dimasukkan ke NKRI paling lambat 31 Desember 2016 untuk wajib pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan Harta sejak 1 Juli sampai dengan 31 Desember 2016. Dan paling lambat 31 Maret 2017 untuk yang selain itu.
Apakah repatriasi boleh digunakan untuk biaya hidup di Indonesia? Boleh setelah diinvestasikan 3 tahun di Indonesia. Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan No.119/PMK.08/2016 berbunyi begini, “Investasi di dalam wilayah NKRI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak dana dialihkan oleh Wajib Pajak ke Rekening Khusus melalui Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri sebagai Gateway dalam rangka Pengampunan Pajak.”
*Manfaatkan Segera Amnesti Pajak*
Amnesti pajak bersifat self assessment. Harta mana saja yang akan dilaporkan, semua terserah wajib pajak. Bisa jadi harta yang masih sengketa tapi wajib pajak berkeyakinan akan menang. Atau harta yang secara de jure milik orang lain tapi secara substansi (de facto) milik wajib pajak.
Surat Pernyataan Harta tidak perlu dilengkapi dengan dokumen pendukung kepemilikan harta. Wajib pajak hanya cukup mencantumkan informasi tentang harta tersebut.
Dokumen yang wajib dilampirkan dalam Surat Pernyataan Harta hanya terkait utang terkait dengan perolehan harta tambahan. Ini karena utang akan mengurangi harta tambahan sebagai basis uang tebusan.
Sanksi Bagi Yang Tidak Jujur
Terakhir, saya ingatkan bahwa jika Surat Pernyataan Harta tidak diisi dengan jujur, maka Amnesti Pajak akan jadi jebakan.
Amnesti Pajak akan menjadi senjata sakti mandraguna bagi wajib pajak ketika berhadapan dengan kantor pajak. Tetapi jika ada harta yang belum dilaporkan, kemudian kantor pajak menemukan harta tersebut seharusnya dilaporkan, maka nilai pasar harta tersebut akan menjadi objek Pajak Penghasilan tambahan.
Pengenaan nilai pasar dan “PPh tambahan” berdasarkan Undang-Undang Pengampunan Pajak. Bukan berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Termasuk sanksi yang ditambahkan sebesar 200% dari PPh tambahan terutang.
Contoh: apartemen ditemukan tidak dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta. Saat ditemukan oleh kantor pajak, apartemen tersebut bernilai 2 milyar rupiah. Kantor pajak akan menagih PPh tambahan dengan tarif 30% (tarif tertinggi wajib pajak orang pribadi berdasarkan Pasal 17 UU PPh), ditambah sanksi 200%. Maka ditagih sekitar 1,8 milyar rupiah. Setara 90% dari harga pasar apartemen.
Semoga bermanfaat.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar