Ini kutipan sebagian tulisanku di sebuah artikel, data aja
Sektor telekomunikasi, misalnya, yang di dalamnya nota-bene ada cover komunikasi (termasuk komunikasi rahasia negara) kepemilikan usahanya justru banyak dikuasai asing. Karena regulasi memang memberinya peluang besar. Tengok saja, misalnya, saham PT.Telkom di mana negara hanya kuasai 52,47% . Sisanya saham publik dan sebagian lainnya milik The Bank Of New York. Kepemilikan PT Indosat (tadinya BUMN) kini mayoritasnya (65%) dikuasai QTEL (Ooredoo/Qatar)-, Skagen AS (6%) dan saham publik (15%). Sedangkan saham negara di Indosat tinggal 14%.
Pada PT Telkomsel, meski negara melalui PT Telkom memiliki 65%, tapi sebesar 35% merupakan milik Singapore Telecom (SingTel). Begitu juga PT.XL Axiata yakni 66,5% milik Axiata Group Berhad dan saham publik 33.4%. Sedangkan PT.AXIS sebesar 80,1% milik Saudi Telcom dan sisanya milik Maxis Comm Berhad Malay (14.9%). Sedangkan pada PT.Hutchinson CP Telecommunications (HCPT/3/Three) karena sepenuhnya miik asing, yakni Hutchison Whampoa Hongkong (60%) dan Charoen Pokphand (40%).
Padahal total bisnis sektor telekomunikasi di Indonesia mencapai angka yang sangat besar, yakni sekitar Rp470 triliun per tahun - termasuk di dalamnya bisnis terminal dan perangkat jaringan (Samsung, Motorolla, Apple, RIM, Nokia, ZTE, Huawei, dll). Meski ruh UUD 1945 telah mengarahkan agar aset-aset strategis (telekomunikasi) dikuasai penuh oleh negara, tapi toh regulasi memberi peluang besar atas penguasaan asing.
Dominasi asing juga bisa dilihat pada kepemilikan saham perbankan di Indonesia, misalnya, Bank International Indonesia (BII) kini 97,5% milik Maybank Malaysia. Bank Niaga (Bank CIMB Niaga) sebesar 97,9% milik CIMB Group, Malaysia. Bank Ekonomi sebesar 98,94% kini milik HSBC Holdings Plc, London. Bank NISP (Bank OCBC NISP) 85,06% milik OCBC Bank, Singapura. Bank Swadesi (Bank of India Indonesia) kini 76% milik Bank of India.
Bank Permata sebesar 44.5% milik Standard Chartered Bank, AS. Sedangkan pada Bank UOB Indonesia sebesar 98,88% milik United Overseas Bank, Singapura. Begitu juga Bank QNB Kesawan kini 70% milik Qatar National Bank (QNB). Pada sebagian dari bank-bank nasional yang kini sahamnya dikuasai asing itu, pernah “disuntikkan” dana APBN yang berasal dari bunga obligasi bank rekap.
Pertanyaannya, masih relevankah kita khawatir dengan MEA tatkala asing sudah menelusup jauh ke hampir semua sektor usaha yang ada di dalam negeri. Sektor migas, misalnya, hampir semua kontraktor kontrak kerja sama (K3S) merupakan perusahaan asing. Hanya beberapa blok migas saja yang dioperatori oleh Pertamina (EP dan Hulu Energy). Begitu juga pada sektor pertambangan Minerba, seperti Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc melalui PT Freeport Indonesia telah menguasai ladang emas di Papua.
(Shared by Cakpen 20/3/16)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar