Sabtu, 12 Maret 2016

ASAL.UNGKAPAN PEMIMPIN KAFIR LEBIH UTAMA DARI PEMIMPIN MUSLIM SHOLIM

Sumber Ungkapan “Pemimpin Kafir yang Adil Lebih Baik dari Pemimpin Muslim yang Zalim”

Oleh: Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

Manhajuna.com – Akhir-akhir ini beredar ungkapan yang sangat disukai suatu ‘kaum’ demi memuluskan jalan bagi seorang kafir untuk memimpin negerinya. Mereka menyebar perkataan yang mereka klaim sebagai perkataan Ali ra, yaitu, “Pemimpin kafir yang adil lebih utama dari pemimpin muslim yang zalim.”

Siapa muslim yang tidak mengormati Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu?! Semua mencintai dan memuliakannya. Maka akan tampak sekali betapa kata-kata tersebut akan memberikan pengaruh kaum muslimin, terutama yang awam.

Tahukah anda, dibalik kata-kata itu ada racun syiah? Jangan marah dulu….:) sini saya jelaskan.

Ungkapan itu bukan perkataan Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu, tapi perkataan seorang tokoh ulama (baca: pendeta) syiah yang bernama Ali bin Musa bin Ja’far bin Thawus, dikenal dengan sebutan Sayyid Ibnu Thawus, Tokoh ulama Syiah asal Irak yang lahir tahun 589. Lengkapnya silakan lihat Wikipedia.

Pintarnya mereka (baca: liciknya) adalah ketika menyebut sumber ungkapan tersebut hanya menulis Ali ra saja, tidak menyebut nasabnya dengan lengkap, agar para pembaca mengira bahwa itu adalah ungkapan Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu, tentu tujuannya agar mudah diterima masyarakat.

Kapan kata-kata itu diucapkan?

Anda ingat sejarah kelam yang menimpa dunia Islam saat keruntuhan Khilafah Bani Abbasiyah di Baghdad?

Yap, itu terjadi pada tahun 656 H = 1258 M. Saat itu pasukan Tatar yang dipimpin panglima kafir dan bengis yang bernama Hulagu Khan, menyerbu Baghdad dan menaklukkannya.

Baghdad luluh lantak dan porak poranda, perpustakaan-perpustakaan yang menyimpan kitab-kitab berharga mereka musnahkan, penduduknya mereka bantai, sehingga ada yang memperkirakan satu juta warga Baghdad terbunuh. Kelam sekali.

Nah, suatu kali, Hulagu Khan mengumpulkan para ulama Baghdad untuk meminta fatwa mereka (hebat, orang kafir minta fatwa), mana yang lebih utama, pemimpin kafir yang adil atau pemimpin muslim yang zalim? Para ulama saat itu diam tak berfatwa. Sangat boleh jadi karena kondisinya sangat dilematis, karena di hadapan mereka ada pemimpin kafir yang kejam sedang berkuasa dan dapat berbuat apa saja, sementara mereka yakin bahwa seorang kafir tidak boleh diangkat sebagai pemimpin. Namun akhirnya Ali bin Thawus ini berani mengeluarkan fatwanya dengan menyatakan bahwa pemimpin kafir yang adil lebih utama dari pemimpin muslim yang zalim.

Kisah ini tercatat dalam kitab-kitab karangan kaum Syiah sendiri, di antaranya; Al-Adab As-Sulthaniyah, karangan Ibnu Thaqthaqi.

Ini teks arabnya dari kitab tersebut:

لما فتح السلطان هولاكو بغداد في سنة ست وخمسين وستمائة أمر أن يستفتى العلماء أيهما أفضل: السلطان الكافر العادل أم السلطان المسلم الجائر ؟ ثم جمع العلماء بالمستنصرية لذلك ، فلما وقفوا على الفتيا أحجموا عن الجواب وكان رضيُّ الدين علي بن طاووس حاضراً هذا المجلس وكان مقدماً محترماً ، فلما رأى إحجامهم تناول الفتيا ووضع خطه فيها بتفضيل العادل الكافر على المسلم الجائر ، فوضع الناس خطوطهم بعده. -الآداب السلطانية لابن الطقطقي/-2

Jadi ucapan tersebut tidak bersumber dari Al-Quran, hadits, perkataan shahabat dan para ulama salaf dari kalangan Ahlussunah wal jamaah. Tapi dari mulut seorang syiah yang memang berkepentingan dengan ucapan tersebut saat itu. Mengapa? Karena mereka sedikit atau banyak termasuk yang berperan atas kejatuhan Khilafah Abbasiyah, tentu disamping faktor-faktor lain. Karena kelompok syiah terus merongrong penguasa Bani Abbasiyah.

Tercatat dalam sejarah ada perdana menteri pada masa akhir Khilafah Bani Abbasiyah yang bernama Ibnu Alqami yang secara diam-diam berkonspirasi dengan Hulagu Khan untuk menyerang Baghdad dan meruntuhkan kekhalifahan Bani Abbasiyah, dengan harapan setelah itu dia diserahkan kekuasaan atas Baghdad. Namun setelah pasukan Hulagu Khan menguasa Baghdad, kekuasaan itu tak diberikan kepadanya dan bahkan dia sendiri dibunuh. Kematian tragis seorang pengkhianat

Tentang penulis:
Ustadz Abdullah Haidir, Lc. , lahir dan besar di Depok, menyelesaikan pendidikan sarjana di LIPIA jurusan syari’ah. Sehari-hari beliau menjadi da’i di Kantor Jaliyat Sulay, sebuah lembaga yang memberikan penyuluhan tentang Islam kepada pendatang di Riyadh Arab Saudi. Selain itu aktifitas beliau adalah menjadi penulis buku dan kontributor artikel dakwah, mengisi taklim komunitas WNI, serta juga menjadi penerjemah khutbah Jum’at di Masjid Al Rajhi. Setelah 15 tahun berdidikasi di kota Riyadh, beliau memutuskan untuk kembali ke tanah air. Twitter:@abdullahhaidir1 | FB:/abdullahhaidir.
(Shared by Cakpen 12/3/16)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar