Selasa, 04 Oktober 2016

WARWAH DAN KANJENG DIMAS TAAT PRIBADI

Copas dr group PB HMI 2013-2016

DIMAS KANJENG, MARWAH DAN KITA
(Perspektif Psikologi Dalam)
-------------------------------
by ochen

"Suatu saat saya berkelakar dengan rekan-rekan penikmat Tashawwuf, mengapa para sufi itu harus rela hidup miskin sementara mereka adalah para Awliya. Yaitu kekasih Allah yang bisa menangkap angin dengan tangannya, dimasukkan ke dalam saku jubahnya, lalu ia mengeluarkan gepok per gepok uang ratusan ribu layaknya baru diambilnya dari mesin ATM".

Judul diatas adalah tiga dunia yang berbeda. Saya mencoba menyelaminya dari model "Arketipe" (archetype) Carl Gustav Jung, seorang pelopor psikologi analitis, murid pelopor psikoanalisa, Sigmund Freud. Arketipe adalah dunia kuno yang menjadi 'masterplan' di keajalian manusia. Saya belum bisa mengatakan hal ini sama atau identik dengan Lauh al-Mahfûdh dalam kepercayaan Islam. Tapi  "arketipe" dalam psikologi Jung menjadi bagian yang meliputi alam ketidaksadaran pribadi (personal unconsciousness) maupun ketidaksadaran kolektif (collective unconsciousness) manusia. Ia akan selalu ada dan akan menempati perilaku individu di saat yang tepat.

Kalau Dimas Kanjeng menemukan jalan hidupnya dengan cara menipu tidaklah salah, namun belum masuk dunia arketip. Itu hanya efek keberhasilannya saja menipu dirinya sendiri dan menipu orang lain. Tetapi ketika kita masuk lebih dalam dengan apa yang ia lakukan, dari kacamata psikologi analitis,  Dimas Kanjeng lagi memerankan The Caregiver, menjadi penolong yang baik bagi semua orang. Lewat padepokannya ia berusaha mendidik anak didiknya untuk selalu mendengar dengan sabar, menghindari sikap mengeritik, tidak menghakimi, mencoba memahami tanpa menilai atau menghakimi serta mengajak untuk selalu optimis dan positif. Kita bisa lihat hingga kini, tak satu pun anak didiknya yang muncul membelanya selain Ketua Yayasan Padepokannya, Dr. Marwah Daud. Itupun sekedar koreksi, meluruskan persepsi dan membela diri.

Film drama musikal Mary Poppins (1964) yang dibintangi Julie Andrews adalah ekspresi dari arketipe ini. Mary Poppins adalag seorang pengasuh anak-anak di padepokannya. Dengan kemampuan khusus yang ia miliki, menerbangkan barang-barang seperti sepatu dan mainan anak-anak ke tempatnya semula dengan rapi, ia berhasil mendidik anak-anaknya mandiri dan disiplin. Konon Yayasan Dimas Kanjeng telah membuat sejumlah rencana gerakan ekonomi mandiri berbasis kerakyatan. Mereka tak perduli dengan gonjang-ganjing politik, pergantian rezim atau krisis mata uang.

Marwah, mantan aktivis mahasiswa, doktor lulusan Amerika Serikat dan anggota fatwa MUI Pusat ini tak dinyana menjadi pengikut bahkan menjadi "inner circle" Dimas Kanjeng. Beberapa penampilannya, ia seolah menunjukkan dirinya Dimas Kanjeng. Bagi Freud, ini keberhasilan "transferensi", teknik pemindahan watak yang dimiliki Dimas Kanjeng.

Meminjam Fromm, (murid sekaligus kritikus Freud), Marwah sedang lari dari kebebasan (escape from freedom) yang sebenarnya menjadi eksistensi awalnya. Marwah lari dari kebebasan yang meniscayakan rasionalisme, pragmatisme, kompetitifnes, tapi juga etika yang menjadi ciri manusia modern. Semua itu absurd menurutnya, karena baginya, apa yang dilakukan oleh Dimas Kanjeng adalah "karomah", sesuatu yang tak terkatakan (ineffable), tak terakalkan (irationable) oleh siapapun kecuali karena kehendak Allah.

Kejadiain ini memaksa semua orang berpikir mengapa orang serasional Marwah bisa terjun bebas ke alam irasionalitas? Namun secara psikologi, kita bisa menjelaskannya. Marwah adalah tokoh perempuan nasional di partai Golkar yang kemudian terhempas dari partai itu setelah BJ. Habibie tak lagi mengambil kendali Golkar pasca Soeharto. Ia tersingkir di era Akbar Tanjung dan hilang di era Jusuf Kalla. Di era Akbar ia tak bergabung di Golkar karena terlibat di Iramasuka Nusantara, oposisi Golkar waktu itu. Sementara di era JK sudah tidak mungkin lagi karena banyak kader baru dari daerah Sulsel mengekor di belakang JK. Jadilah putri Soppeng ini sebatangkara di blantika politik Indonesia. Sepak terjangnya membesarkan ICMI dan mungkin juga Habibie Center tidak mampu mengembalikannya pada corpus awal ia mengeksis. Lama menghilang entah kemana? Tiba-tiba ia muncul selaku Ketua Yayasan yang konon nirlaba tapi punya banyak uang.

Psikologi  Dalam (Depth Psychology) menjelaskan tentang konflik kejiwaan antara impuls kehidupan (ethos) dan impuls kematian (thanatos) di dalam diri individu. Ini belum sampai pada taraf neorosis tetapi baru pada gejala. Gejala untuk menghidupkan dan mematikan obsesi. Yang baik dan berhasil dihidupkan dan yang jelek dan mendatangkan kecemasan (anxiety) maupun kekecewaan (frustration) dikuburkan.

Empat dunia arketipe berkecamuk di dalam jiwa Marwah. Pertama, sebagai figur ibu (mother complex) ia harus tetap menjadi yang terbaik bagi anak-anak dan suami. Dan karena itu, kedua, ia harus berperan lembut dan feminin layaknya perempuan. Jung mengistilahkannya sebagai peran "anima" (feminin). Di sisi lain, ia tetap publik figur, punya nama besar dan siap bersaing dengan siapa dan di level mana saja. Ia bahkan siap berdebat dengan siapa saja soal Dimas Kanjeng Taat Pribadi dan padepokannya. Dalam posisi ini, ketiga, ia menampilkan sisi "anima" Marwah berubah menjadi gagah jumawa layaknya "animus" (maskulin) yang menampilkan kelaki-lakiannya. Keempat, Marwah berperan sebagai The Mentor, arketipe yang membimbing karakter utama (Dimas Kanjeng) yang secara intelektual tidak mumpuni. Ia tampil sebagai pendamping, konsultan, penasehat. Tujuannya adalah kesuksesan karakter utama dalam meraih tujuannya. Contoh Kresna dalam Mahabarata atau Gandalf dalam The Lord of The Rings.

Contoh arketipe The Mentor juga ada pada karakter Miyagi (diperankan Noriyuki Morita) dalam film Karate Kid (1984). Ceritanya seorang pemuda bernama Daniel (Ralph Machio) harus mengikuti ibunya yang pindah ke California. Sayangnya di sekolah barunya di California, Daniel menjadi bulan-bulanan (bullying) kelompok geng karate The Cobra di sekolahnya. Suatu saat Daniel dikeroyok oleh mereka dan diselamatkan oleh Miyagi, sosok tua misterius bekas serdadu Jepang pada PD II dan master beladiri.

Terkesan oleh ketrampilan beladiri Miyagi, Daniel memohon menjadi muridnya. Miyagi akhirya menerima dan bukan hanya mengajarkan karate tetapi juga falsafah kehidupan. Di bawah bimbingan Miyagi, Daniel akhirnya dapat mengalahkan kelompok The Cobra dalam sebuah turnamen karate.

Selaku penonton fenomena ini bagaimana kita bersikap. Selaku saudara, mari kita sadarkan Marwah. Ia lagi salah melangkah, sekalipun kata "salah" yang saya gunakan disini mungkin tidak diterima oleh kalangan posmodernisme dengan keyakinannya tentang tak adanya kebenaran tunggal. Saya hanya mendekati dengan kebenaran kacamata awam saja bahwa, angin tak bisa berubah menjadi uang, kecuali !

Ciputat, 03102016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar