ANTARA AHOK YANG DIKECAM DAN ERIC CONSTABLE YANG DITIKAM
KAMIS, 27 OKTOBER 2016
CATATAN KHUSUS---Silahkan kalian membuka seluruh saluran media sosial (Facebook, Twitter, Youtube, Instagram, Whatssapp dan sebagainya), lalu mengetik kata kunci Demontrasi Anti Ahok. Pastinya, jutaan status berupa foto, video, dan tulisan akan menyajikan rentetan aksi demonstrasi anti Ahok di puluhan Kota dan Kabupaten (baik besar maupun kecil) seluruh Indonesia.
Sementara, di media massa mainstream, kisah demonstrasi Ahok yang diduga telah menistakan agama, sama sekali tidak menjadi porsi utama. Barangkali, bagi media massa legendaris sekelas Tempo atau Kompas, demonstrasi Anti Ahok tidak lebih penting dari berita pakaian seronok yang dikenakan Dewi Persik saat naik panggung di Sambas, Kalimantan. Media massa mainstream, mendadak bisu menanggapi demonstrasi Anti Ahok.
Bukan tidak mungkin, jika hal semacam ini terus terjadi, maka tidak akan ada lagi yang percaya dengan media massa besar. Para kios koran akan bangkrut karena tak ada yang membeli korannya. Ibu rumah tangga akan lebih percaya kepada facebook di Android-nya daripada menonton berita televisi.
Terus kita saksikan, dari hari ke hari, gelombang kecaman, hujatan, aduan, gugatan, terus diberondongkan oleh berbagai lembaga pengecam Ahok ke seluruh lembaga kepolisian di pusat maupun daerah. Bisa jadi, Jaya Suprana sedang menyiapkan anugerah Rekor MURI kepada Ahok yang mencetak rekor mendapatkan panen gugatan dalam jumlah besar.
Mabes POLRI terus Menangguhkan Pemeriksaan atas Ahok
Pada gelombang pertama kali Ahok diadukan ke Mabes POLRI, Kabareskrim Komjen Ari Dono menyatakan, belum ada fatwa MUI yang menguatkan, bahwa Ahok harus diproses. Sehingga, pemeriksaan terhadap Ahok ditangguhkan.
Namun, sangat disayangkan, ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah menyatakan sikap soal ucapan Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama terkait surat Al Maidah ayat 51 masuk dalam kriteria menghina Al-Quran, Kabareskrim Komjen Ari Dono membuat alasan baru. Dalam pernyataan persnya, Ari Dono mengatakan, Fatwa MUI yang menyatakan bahwa Ahok menistakan Al-Quran, itu tidak langsung bisa dijadikan rujukan. Ia malah akan memanggil MUI ke kantor Bareskrim untuk melakukan klarifikasi terkait kasus ini.
Sebagai Kabareskrim, Ari Dono ingin mencari tahu soal peristiwa ini secara hukum. Ini yang nanti mau ditanyakan Ari Dono ke ahli bahasa dan ahli agama. Ia malah akan menanyakan kembali kepada MUI, acuan apa yang dipakai MUI, sehingga menyatakan pernyataan Ahok masuk penistaan agama. Padahal, video ucapan Ahok di Kepulauan Seribu telah tersebar di berbagai jutaan lini media sosial di seluruh Indonesia.
Keterangan yang disampaikan oleh Ari Dono tersebut, tidak membuat berbagai elemen masyarakat yang mengecam ucapan Ahok, tinggal diam. Justru, berbagai rencana aksi Demonstrasi hari Jumat tanggal 28 Oktober 2016 akan dilangsungkan di berbagai kota besar (utamanya di kota pelajar Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai barometer gerakan nasional), dan akan disusul oleh demonstrasi Nasional di DKI Jakarta yang akan dilangsungkan tanggal 4 November 2016.
Kemarahan masyarakat Indonesia yang merasa tersinggung atas ucapan Ahok, sudah tak bisa dibendung lagi. Selama Ahok belum diperiksa atau ditangkap, kelihatannya, berbagai elemen itu akan terus melakukan demonstrasi menggugat POLRI dan Pemerintah Republik Indonesia. Padahal, demontrasi dalam jumlah besar terus terjadi sejak 14 Oktober 2016, 21 Oktober 2016, dan berbagai demo di kota lain yang terus berkembang dan potensial meruyak. Bahkan, dengan terang-terangan, sudah banyak elemen Islam yang membuat pasukan berani mati untuk menghabisi nyawa Ahok kalau POLRI tidak menangkap Ahok.
Sebuah Akun atas nama Ahok, Mengancam Presiden Joko Widodo
Situasi tersebut sangat tidak kita inginkan bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Pancasila dan menjunjung semangat Bhinneka Tunggal Ika. Lebih mencengangkan lagi, akun Twitter atas nama Ahok Basuki TPurnama (entah akun asli atau palsu?) malah membuat status twitter pada 20 Oktober 2016 dengan nada mengancam, “Jika Pak Presiden Jokowi izinkan Bareskrim untuk periksa saya, kecurangannya saya ungkap ke publik.” Kita sendiri tidak tahu, akun itu betul-betul Ahok atau bukan.
Yang paling mengkhawatirkan dari situasi ini, masyarakat akan semakin tidak percaya dengan penegakan hukum di Indonesia. Sungguh mengerikan jika masyarakat tidak percaya lagi dengan Kepolisian Republik Indonesia sebagai pengemban amanat rakyat untuk melakukan penegakan hukum dan pengabdian penuh kepada masyarakat.
Kita sangat takut, masyarakat menggunakan hukum agamanya masing-masing. Bahkan, masyarakat bisa saja melakukan tindakan sesukanya seperti hukum rimba raya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla pun Mengecam Ahok
Senada dengan kemarahan masyarakat, pada Jumat, 21 Oktober 2016 lalu, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menilai, kesalahan Ahok adalah menyertakan kata "Dibohongi". Yang dipersoalkan adalah kata bohong,
Sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla hafal kata-kata yang diucapkan Ahok di hadapan masyarakat Kepulauan Seribu, beberapa pekan lalu. Menurut Jusuf Kalla, jika tanpa kata dibohongi, mungkin tidak akan menjadi masalah. Misalnya, "Saudara-saudara sekalian, apa bila tidak pilih saya karena ayat Al Maidah, itu ya nggak apa apa," tutur Jusuf Kalla mengulangi pernyataan Ahok tanpa kata "Dibohongi.
Bagi Jusuf Kalla, kemarahan orang-orang terhadap Ahok, sama persis dengan kasus marahnya warga Amerika Serikat (AS) terhadap Donald Trump, yang merupakan bakal calon Presiden dari partai Republik. Masyarakat AS membenci Doald Trump bukan karena partai atau kelompoknya, akan tetapi perilaku sang taipan.
Wapres Jusuf Kalla Marah Kepada Ahok yang Mengatakan Indonesia Belum Pancasilais Sebelum Presidennya Non-Islam.
Setelah tersandung kasus Al-Maidah 51, mulut Ahok berulah lagi. Ahok mengatakan, Indonesia belum Pancasilais selama belum ada Presiden yang berasal dari minoritas non Islam. Kalimat tersebut membuat Jusuf Kalla naik pitam.
Jusuf Kalla mengecam, Ahok tidak boleh mengatakan, minoritas itu tidak dipilih. Bagi Jusuf Kalla, kalimat Ahok ini sangat berbahaya. Bagi JK, toleransi itu bukan hanya diperuntukan bagi mayoritas saja, namun juga pihak minoritas. Jangan hanya menuntut mayoritas menghormati minoritas, minoritas juga harus menghormati mayoritas.
Sebaiknya, menurut Jusuf Kalla, toleransi harus dari kedua belah pihak. Toleransi yang mayoritas, tapi yang minoritas juga harus toleran. Dua-duanya harus toleran, supaya kehidupan beragama yang harmonis terjadi.
Berbagai kalimat Jusuf Kalla kepada Ahok, merupakan rasa kekhawatiran sangat mendalam atas berbagai ucapan Ahok yang justru bisa berakibat fatal. Sehingga, secara pribadi, JK meminta agar mulut Ahok tidak terlalu banyak bicara.
Tragedi 1974, Pendeta Anglikan Eric Constable Ditikam Pemuda Surabaya
Di masa lalu, tepatnya pada bulan Juli 1974, ada sebuah tragedi nasional yang sarat dengan konflik antar agama, dan membuat bulu kuduk kita merinding jika diceritakan kembali. Sebuah hari yang berdarah, telah pecah, akibat pemerintah menahan aspirasi Umat Islam Nusantara.
Saat itu, pada bulan Juli tahun 1974, Putusan menggelar Sidang Raya Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD) ke-5 di Jakarta sudah bulat disetujui. Pemerintahan Presiden Soeharto merestui, kendati sebagian besar umat Islam mengecam sangat keras. Karena, pada sidang DGD tersebut, menurut intelektual Muslim H.M.Rasjidi, memuat agenda pemurtadan, bahkan terindikasi menghidupkan kembali tujuan kolonialisme di Indonesia.
Seluruh tokoh umat sudah angkat suara. Umat pun bergerak. Sayangnya, pemerintah tidak bergeming. Sidang tinggal menghitung hari. Saat itu menjadi hari-hari yang sangat menggelisahkan.
Namun, tanpa dinyana, seorang pemuda dari kota Surabaya, bernama Hasyim Yahya, pemuda berusia 37 tahun, nekad menuju Jakarta, pada suatu hari di bulan Juli 1974. Berbekal tekad bulat dan keberanian serta kecerdikan, Hasyim mendatangi rumah pengurus DGD.
Tanpa diketahui, melalui samaran, ia berhasil lolos dari penjagaan aparat. Lalu, di dalam rumah, didapatinya seorang bule, yaitu seorang pemuka agama, bernama Eric Constable dari gereja Anglikan Australia. Eric yang ditemui Hasyim, dalam sekejap, ditikam oleh Hasyim. Nyawanya meregang.
Tewasnya sang pendeta Eric ini berdampak amat besar. Pihak DGD segera mengalihkan lokasi sidang raya dari Jakarta ke Nairobi, Kenya. Bisa dikatakan, keganasan belati Hasyim telah berhasil menggagalkan acara tersebut.
Penyelesaian Kasus Ahok Tanpa Pertumpahan Darah
Kini, masyarakat Indonesia bergidik dan gelisah lagi. Di depan mata, jutaan umat Islam telah turun ke jalan mengecam penistaan agama dari penguasa Jakarta. Kita tidak ingin, jutaan massa yang marah ini, menjadi tidak terkendali. Tapi, nyatanya, tuntutan masyarakat untuk menangkap Ahok, hingga akhir Oktober 2016 ini, tetap ditangguhkan oleh Mabes POLRI. Ahok tetap melenggang sebagai calon Gubernur DKI Jakarta yang ditetapkan oleh KPUD DKI Jakarta. Kondisi menjadi semakin mengkhawatirkan.
Sungguh, masyarakat Indonesia sama sekali tidak mengharapkan, ada pemuda Indonesia yang nekad mencontoh “Hasyim Yahya” pada 1974. Saat itu, Hasyim Yahya melakukan aksinya sendirian. Tanpa batuan ribuan atau jutaan saudaranya. Ia seperti Elang yang terbang menukik sendirian dan mencengkeram nyawa buruannya.
Bagaimanapun, seluruh rakyat Indonesia tak menginginkan, Ahok yang dikecam tak mengalami nasib seperti Eric Constable yang ditikam. Semua rakyat Indonesia ingin, persaudaraan antar umat beragama terjalin erat dalam bingkai Pancasila.
Jauh lebih baik, jika memang Ahok terbukti menistakan Agama, Mabes POLRI bersama Pemerintah Indonesia segera memproses hukum kesalahan Ahok. Jangan ada lagi darah tumpah karena pertikaian antar agama. Meregangnya nyawa Eric Constable sudah cukup sebagai pelajaran hukum yang berharga dan mengambil langkah yang paling bijaksana, terutama bagi Komjen Ari Dono dan Pemerintah RI yang dipimpin Jokowi-Jusuf Kalla.
Penulis : Thowaf Zuharon
Penulis Buku Ayat-Ayat yang Disembelih. Sempat mempelajari Sosial Psikiatri di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Penyuka Wayang dan Pengamat Sosial Politik Partikelir. Thowaf Zuharon berumah di facebook.com/thowafzuharon.
http://www.cendananews.com/2016/10/antara-ahok-yang-dikecam-dan-eric.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar