QUOTES OF SHUBUH:
Dari Aisyah radhiallahu anha dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua rakaat (sebelum shalat) fajar (subuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim no. 725)
Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata:
لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى شَيْءٍ مِنْ النَّوَافِلِ أَشَدَّ مِنْهُ تَعَاهُدًا عَلَى رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ
”Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah sangat tekun mengerjakan suatu shalat sunnah sebagaimana tekunnya beliau mengerjakan shalat dua raka’at fajar”. (HR. Al-Bukhari no. 1169)
Hafshah Umul Mukminin radhiallahu anha dia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنْ الْأَذَانِ لِصَلَاةِ الصُّبْحِ وَبَدَا الصُّبْحُ رَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ تُقَامَ الصَّلَاةُ
“Jika muazzin selesai dari adzan shalat shubuh (kedua) dan subuhpun telah nampak, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan shalat dua rakaat yang ringan sebelum shalat ditegakkan.” (HR. Muslim no. 723)
Dari Qais bin Amr radhiallahu anhu dia berkata;
رَأَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ رَجُلًا يُصَلِّي بَعْدَ صَلَاةِ الصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صَلَاةُ الصُّبْحِ رَكْعَتَانِ. فَقَالَ الرَّجُلُ: إِنِّي لَمْ أَكُنْ صَلَّيْتُ الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا فَصَلَّيْتُهُمَا الْآنَ. فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melihat seorang laki-laki yang mengerjakan shalat dua rakaat lagi setelah shalat subuh. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Shalat subuh itu hanya dua raka’at.” Laki-laki itu menjawab, “Sesungguhnya aku belum mengerjakan shalat (sunnah) dua raka’at yang diseharusnya dikerjakan sebelumnya, karena itu aku mengerjakannya sekarang ini.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diam.” (HR. Abu Daud no. 1267 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Al-Misykah: 1/329)
Dan diamnya Nabi shallallahu alaihi wasallam menunjukkan persetujuan beliau terhadapnya.
والله أعلم بالصواب
[25/06 18:05] Pim3.husein saimima: QUOTES OF LAILATUL QADR
Malam ke-21
Lailatul Qadar adalah malam ke-21
Imam Asy-Syafi’I cenderung memegangi pendapat ini, bahkan sekelompok ulama madzhab Syafi’I memastikan lailatul qadar terjadi pada malam kedua puluh satu. (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 4/310) Dalil yang menguatkannya adalah hadits berikut ini.
(( عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اعْتَكَفَ الْعَشْرَ الأَوَّلَ مِنْ رَمَضَانَ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ الْعَشْرَ الأَوْسَطَ فِي قُبَّةٍ تُرْكِيَّةٍ عَلَى سُدَّتِهَا حَصِيرٌ ، قَالَ : فَأَخَذَ الْحَصِيرَ بِيَدِهِ فَنَحَّاهَا فِي نَاحِيَةِ الْقُبَّةِ ثُمَّ أَطْلَعَ رَأْسَهُ فَكَلَّمَ النَّاسَ فَدَنَوْا مِنْهُ فَقَالَ : إِنِّي اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الأَوَّلَ أَلْتَمِسُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ ، ثُمَّ اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الأَوْسَطَ ، ثُمَّ أُتِيتُ فَقِيلَ لِي إِنَّهَا فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ ، فَمَنْ أَحَبَّ مِنْكُمْ أَنْ يَعْتَكِفَ فَلْيَعْتَكِفْ فَاعْتَكَفَ النَّاسُ مَعَهُ ، قَالَ : وَإِنِّي أُريْتُهَا لَيْلَةَ وِتْرٍ وَإِنِّي أَسْجُدُ صَبِيحَتَهَا فِي طِينٍ وَمَاءٍ ، فَأَصْبَحَ مِنْ لَيْلَةِ إِحْدَى وَعِشْرِينَ وَقَدْ قَامَ إِلَى الصُّبْحِ فَمَطَرَتْ السَّمَاءُ ، فَوَكَفَ الْمَسْجِدُ ، فَأَبْصَرْتُ الطِّينَ وَالْمَاءَ ، فَخَرَجَ حِينَ فَرَغَ مِنْ صَلاةِ الصُّبْحِ وَجَبِينُهُ وَرَوْثَةُ أَنْفِهِ فِيهِمَا الطِّينُ وَالْمَاءُ ، وَإِذَا هِيَ لَيْلَةُ إِحْـدَى وَعِشْرِينَ مِنْ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ ))
Dari Abu Sa’id Al-Khudri RA berkata: “Rasulullah SAW melakukan I’tikaf pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhan. Beliau SAW kemudian melakukan I’tikaf pada sepuluh hari pertengahan (kedua) bulan Ramadhan, dalam sebuah tenda Turki dengan beralaskan selembar tikar. Beliau lalu menarik tikar tersebut dan menyingkirkannya ke pinggir tenda. Beliau mengeluarkan kepalanya dari dalam tenda dan berbicara kepada orang-orang, maka mereka mendekat kepada beliau.
Beliau lalu bersabda, “Sesungguhnya aku pernah beri’tikaf pada sepuluh hari pertama dalam bulan Ramadhan untuk mencari lailatul qadar ini. Aku kemudian melakukan I’tikaf pada sepuluh hari pertengahan (kedua) dalam bulan Ramadhan. Aku lalu didatangi (malaikat dalam mimpiku) dan dikatakan kepadaku sesungguhnya lailatul qadar itu terjadi pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan.Barangsiapa di antara kalian hendak melakukan I’tikaf, maka hendaklah ia beri’tikaf.” Maka para shahabat beri’tikaf bersama beliau.
Beliau SAW bersabda, “Sesungguhnya ditunjukkan kepadaku (dalam mimpiku) bahwa lailatul qadar terjadi pada malam yang ganjil dan keesokan paginya aku sujud di atas lumpur dan air.” Pagi itu beliau berada pada malam kedua puluh satu Ramadhan. Beliau berdiri melakukan shalat Subuh, tiba-tiba langit menurunkan hujan, sehingga masjid terkena curahan hujan. Aku bias melihat lumpur dan air. Selesai shalat Subuh, aku melihat lumpur dan air menempel pada dahi dan batang hidung beliau SAW. Rupanya lailatul qadar (tahun tersebut) terjadi pada malam kedua puluh satu dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2018, Muslim no. 1194, An-Nasai no. 1339, Abu Daud no. 1174, dan Ahmad no. 10757, dengan lafal Muslim)
Imam Ibnu Abdil Barr Al-Maliki dalam At-Tamhid Syarh Muwatha’ Malik, imam An-Nawawi Asy-Syafi’i dalam Syarh Shahih Muslim, al-HAfizh Ibnu Hajar Al-Asqalani Asy-Syafi’I dalam Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, imam Muhammad Hayat As-Sindi dalam Hasyiyah ‘ala Sunan An-Nasai, imam Syamsul Haq ‘Azhim Abadi dalam ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, dan imam Ali Mulla Al-Qari Al-Hanafi dalam Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih menjelaskan bahwa di antara pelajaran yang bisa disimpulkan dari hadits di atas adalah lailatul qadar terjadi pada malam-malam yang ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Dan di antara malam ganjil yang diduga kuat menjadi waktu terjadinya lailatul qadar adalah malam kedua puluh satu.
والله أعلم بالصواب
[27/06 18:03] Pim3.husein saimima: QUOTES OF LAILATUL QADAR:
Malam ke-23?
Pendapat ini dipegangi oleh sahabat Ibnu Abbas, Bilal bin Rabah, Aisyah, dan Abdullah bin Unais Al-Juhani. Pendapat ini juga diikuti oleh imam Sa’id bin Musayyib. Pendapat ini didukung oleh hadits berikut ini.
(( عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُنَيْسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ ثُمَّ أُنْسِيتُهَا ، وَأَرَانِي صُبْحَهَا أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِينٍ ، قَالَ : فَمُطِرْنَا لَيْلَةَ ثَلاثٍ وَعِشْرِينَ ، فَصَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْصَرَفَ وَإِنَّ أَثَرَ الْمَاءِ وَالطِّينِ عَلَى جَبْهَتِهِ وَأَنْفِهِ ؛ وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُنَيْسٍ يَقُولُ ثَلاثٍ وَعِشْرِينَ ))
Dari Abdullah bin Unais Al-Juhani RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Diperlihatkan kepadaku (dalam mimpi) lailatul qadar namun aku kemudian terlupa. Aku juga masih ingat dalam mimpiku aku sujud di waktu shalat Subuh di atas lumpur dan air.” Abdullah bin Unais berkata: “Pada malam kedua puluh tiga, hujan turun kepada kami. Rasulullah SAW mengimami kami shalat Subuh. Usai shalat, bekas lumpur dan air membekas pada dahi dan batang hidung beliau SAW.” Abdullah bin Unais berkata: “Malam itu adalah malam kedua puluh tiga.” (HR. Muslim no. 1997 dan Ahmad no. 15467)
وعَنْ ابنِ عَباسٍ رَضيَ الله عَنْهُما قَالَ: «أُتِيْتُ وأَنا نَائِمٌ في رَمَضَانَ فَقيلَ لي: إِنَّ الَّليلةَ لَيْلَةُ القَدْرِ، قَالَ: فَقُمْتُ وَأَنا نَاعِسٌ فَتَعَلَّقْتُ بِبَعْضِ أَطْنَابِ فُسْطَاطِ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم فَأَتَيْتُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم فَإِذَا هُوَ يُصَلي، قَالَ: فَنَظَرْتُ في تِلْكَ الَّليْلَةِ فَإِذا هِيَ لَيْلَةُ ثَلاثٍ وعِشرينَ»
Dari Ibnu Abbas RA berkata, “Dalam mimpiku pada suatu malam di bulan Ramadhan, aku didatangi (oleh malaikat) yang berkata: ‘Malam ini adalah lailatul qadar’. Aku pun terbangun sambil terkantuk-kantuk, sehingga aku berpegangan pada tiang tenda Rasulullah SAW. Aku mendatangi Rasulullah SAW yang saat itu tengah mengerjakan shalat. Aku menghitung malam itu, ternyata adalah malam kedua puluh tiga.”(HR. Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, dan Ath-Thabarani. Imam Al-Haitsami dalam Majmauz Zawaid, 3/76, menulis: “Seluruh perawi Ahmad adalah para perawi Shahih Bukhari)
والله أعلم بالصواب
Tidak ada komentar:
Posting Komentar